Minggu, 15 April 2012

Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika 2012 Universitas Mataram

http://semnas-te.ftunram.ac.id/committe.php

Tata Cara penulisan :

JUDUL MAKALAH (MAKSIMUM 10 KATA)

[Times New Roman 14, bold, centered]

NamaPenulis11, NamaPenulis22, NamaPenulis33

[Times New Roman 10, bold, centered]

1,2 Jurusan, Fakultas, Universitas, 3 Instansi

1alamat e-mail, 2 alamat e-mail, 3 alamat e-mail [Times New Roman 10, centered]

Abstrak [Times New Roman 10, bold, centered]

Abstrak memuat permasalahan yang dikaji, metode yang digunakan, tesa-tesa (jika ada) yang dikemukakan, ulasan singkat serta penjelasan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maksimum terdiri atas 200 kata, dalam format satu kolom, [Times New Roman 10, justified]

Kata kunci : ditulis dengan huruf kecil kecuali singkatan, masing-masing dipisahkan dengan koma, sebisa mungkin dapat dijadikan clue pada saat dilakukan pencarian (maksimum terdiri atas 6 kata).

[Times New Roman 10, bold, centered]


  1. 1. Pendahuluan [Times New Roman 10, bold]

Pendahuluan berisi hal-hal tentang deskripsi topik penelitian dan latar belakang, masalah penelitian, tujuan, dan lingkup permasalahan, cara pendekatan dan metode penelitian yang digunakan dipaparkan secara tersirat (implisit).,

Naskah makalah berjarak satu spasi, ditulis dalam format dua kolom, pada kertas berukuran standar A4 (21 cm x 29.7 cm) dengan jumlah halaman maksimum 6 halaman. Berikan tambahan satu spasi untuk memisahkan antar-bagian (antara judul dan penulis, antara penulis dan abstrak, dst).

Gunakan batas atas dan kiri 30 mm, batas bawah dan kanan 20 mm. Batas untuk header dan footer 15 mm. Naskah tidak perlu diberi nomor halaman, header dan footer.

Pemberian nama judul-judul bab, kecuali bab Pendahuluan dan bab Kesimpulan dan Saran, sebaiknya secara eksplisit menyatakan isinya. Tidak perlu implisit dinyatakan sebagai Dasar Teori, Perancangan, dan sebagainya.

  1. 2. Penomoran Persamaan, Gambar dan Tabel

2.1 Persamaan

Pemberian nomor persamaan menggunakan angka Arab, dituliskan dalam tanda kurung pada posisi rata kanan kolom. Persamaan ditulis menjorok ke dalam sejauh ± 10 mm. Persamaan-persamaan yang mebutuhkan tempat lebih dari satu kolom, penulisannya dimungkinkan melintasi 2 kolom.

(1)

2.2 Gambar

Nomor urut gambar ditulis di bagian bawah gambar dan disertai judul atau nama gambar, contoh: Gambar 1. Diagram alir sistem, Gambar 2(a) Penampang tengah bidang A, dll.

Gambar yang cukup besar dapat ditampilkan melebihi satu kolom dengan posisi centered diletakkan di bagian akhir makalah dengan tetap diberi nomor urut yang sesuai.

2.3 Tabel

Nomor urut tabel ditulis di bagian atas tabel dan disertai judul atau nama tabel, contoh: Tabel 1, Hasil pengukuran keluaran sistem, Tabel 2(a). Hasil pengukuran pada titik A, dll. Tabel-tabel yang memerlukan tempat melebihi satu kolom, dapat disajikan di bagian akhir makalah dalam dua kolom dengan tetap diberi nomor urut yang sesuai.

  1. 3. Cara Pengutipan

Rujukan pustaka dalam pembahasan ditandai nama belakang penulis disertai tahun penerbitan dalam kurung. Contoh: Attia & Horacek, P.(2001); Martinez, et al (2001); Sampat, et al (2004).

  1. 4. Kesimpulan dan Saran

Bab ini memuat elaborasi dan rincian kesimpulan yang dituliskan pada abstrak, saran untuk riset lanjutan.

Daftar Pustaka:

Attia, AF. & Horacek, P.(2001): Optimization of Neuro-Fuzzy Modeling Using Genetic Algorithm, Proc. of XXVI. ASR’ 2001 Seminar, Instruments And Control, Ostrava, Czech Republic, April 24-27, 2001, pp. 5-15.

Juan, A. & Vidal, E. (2000): On the Use of Normalized Edit Distances and an Efficient k-NN Search Technique (k-AESA) for Fast and Accurate String Classification, Proc. of 15th International Conference Pattern Recognition, Barcelona, Spain, Vol. 2, pp. 676-679.

Martinez, C., Juan, A. & Casacuberta. F. (2001): Using Recurrent Neural Networks for Automatic Chromosome Classification, International conference on artificial neural networks No12, Madrid, ESPAGNE, vol. 2415, pp. 565-570

Sampat, M.P., Bovik, A.C., Aggarwal, J.K. & Castleman, K.R. (2004): Supervised Parametric ………………………………….…………………………………….

Daftar pustaka disusun berdasarkan abjad nama pengarang, penulisan unsur-unsur keterangan pustaka mengikuti kaidah dengan urutan: (1) nama pengarang ditulis dengan urutan nama akhir, nama awal dan nama tengah, tanpa gelar akademik. (2) tahun penerbitan. (3) judul, italic. (4) tempat penerbitan. (5) nama penerbit. Sebagai pemisah antar-unsur keterangan pustaka digunakan tanda koma “,”.

Lampiran

Makalah dapat dilengkapi dengan lampiran dengan tidak melebihi batas maksimal jumlah halaman.

Jumat, 13 April 2012

Sistem Tenaga Listrik

2.1 Sistem Tenaga listrik
Secara umum sistem tenaga listrik dapat dikatakan terdiri dari tiga bagian
utama, yaitu:
a. pembangkit tenaga listrik,
b. penyaluran tenaga listrik dan
c. distribusi tenaga listrik.

Sistem tenaga listrik modern merupakan sistem yang komplek yang terdiri
dari pusat pembangkit, saluran transmisi dan jaringan distribusi yang berfungsi
untuk menyalurkan daya dari pusat pembangkit ke pusat pusat beban. Untuk
memenuhi tujuan operasi sistem tenaga listrik, ketiga bagian yaitu pembangkit,
penyaluran dan distribusi tersebut satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan.

Energi listrik dibangkitkan oleh pembangkit tenaga listrik, disalurkan
melalui saluran transmisi dan kemudian didistribusikan ke beban. Sistem tenaga
listrik sering pula hanya disebut dengan sistem tenaga, bahkan kadangkala cukup
hanya dengan sistem. Penamaan suatu sistem tenaga listrik biasanya
menggunakan daerah cakupan yang dilistriki, misalnya Sistem Tenaga Listrik
Jawa Bali (STLJB) atau Sistem Jawa Bali (SJB) berarti sistem tenaga listrik yang
mencakup Pulau Jawa, Madura dan Bali.

2.2. Tujuan Operasi Sistem Tenaga Listrik
Dalam mencapai tujuan dari operasi sistem tenaga listrik[3] maka perlu
diperhatikan tiga hal berikut ini, yaitu :
a. Ekonomi (economy),
b. Keandalan (security),
c. Kualitas (quality).

Ekonomi (economy) berarti listrik harus dioperasikan secara ekonomis,
tetapi dengan tetap memperhatikan keandalan dan kualitasnya.
Keandalan (security) merupakan tingkat keamanan sistem terhadap
kemungkinan terjadinya gangguan. Sedapat mungkin gangguan di pembangkit
maupun transmisi dapat diatasi tanpa mengakibatkan pemadaman di sisi
konsumen.
Kualitas (quality) tenaga listrik yang diukur dengan kualitas tegangan dan
frekuensi yang dijaga sedemikian rupa sehingga tetap pada kisaran yang
ditetapkan.
Sebagai gambaran dari tujuan operasi sistem tenaga listrik dapat dilihat
seperti pada gambar 2.2. dibawah ini.

Gambar 2.2 Tujuan operasi sistem tenaga listrik

Didalam pelaksanaan pengendalian operasi sistem tenaga listrik, urutan
prioritas dari sasaran diatas bisa berubah-ubah tergantung pada kondisi real time.
Pada saat terjadi gangguan, maka keamanan adalah prioritas utama sedangkan
mutu dan ekonomi bukanlah hal yang utama. Demikian juga pada saat keamanan
dan mutu sudah bagus, maka selanjutnya ekonomi harus diprioritaskan.
Efisiensi produksi tenaga listrik diukur dari tingkat biaya yang digunakan
untuk membangkitkan tenaga listrik. Hal yang paling mudah dalam optimasi
biaya produksi tenaga listrik adalah dengan sistem Merit Order. Merit order ini
adalah suatu metode dimana pembangkit dengan biaya yang paling murah akan
diprioritaskan untuk beroperasi dibandingkan dengan yang lebih mahal, sampai
beban tenaga listrik tercukupi.

2.3. Kondisi Operasi Sistem Tenaga Listrik
Kondisi-kondisi yang mungkin terjadi dalam menjalankan sistem tenaga
listrik[4] adalah sebagai berikut :
a. Normal,
b. Siaga,
c. Darurat,
d. Pemulihan.

Normal adalah seluruh konsumen dapat dilayani, kendala operasi teratasi
dan sekuriti sistem dapat dipenuhi.
Siaga adalah seluruh konsumen dapat dilayani, kendala operasi dapat
dipenuhi, tetapi sekuriti sistem tidak dapat dipenuhi.
Darurat adalah konsumen tidak dapat dilayani, kendala operasi tidak
dapat dipenuhi.

Pemulihan adalah peralihan kondisi darurat tenaga listrik yang diukur
dengan kualitas tegangan dan frekuensi yang dijaga sedemikian rupa sehingga
tetap pada kisaran yang ditetapkan.

2.4. Persoalan-Persoalan Operasi Sistem Tenaga Listrik
Dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik ditemui berbagai persoalan[5].
Hal ini antara lain disebabkan karena pemakaian tenaga listrik selalu berubah dari
waktu ke waktu, biaya bahan bakar serta kondisi alam dan lingkungan.
Berbagai persoalan pokok yang dihadapi dalam pengoperasian sistem
tenaga listrik adalah :

a. Pengaturan Frekuensi
Sistem Tenaga Listrik harus dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik
dari para konsumen dari waktu ke waktu. Untuk ini daya yang dibangkitkan
dalam sistem tenaga listrik harus selalu sama dengan beban sistem, hal ini
diamati melalui frekuensi sistem. Kalau daya yang dibangkitkan dalam sistem
lebih kecil dari pada beban sistem maka frekuensi turun dan sebaliknya apabila
daya yang dibangkitkan lebih besar dari pada beban maka frekuensi naik.

b. Pemeliharaan Peralatan
Peralatan yang beroperasi dalam sistem tenaga listrik perlu dipelihara secara
periodik, dan juga perlu segera diperbaiki apabila mengalami kerusakan.

c. Biaya Operasi
Biaya operasi khususnya biaya bahan bakar adalah biaya yang terbesar dari
suatu perusahaan listrik, sehingga perlu dipakai teknik-teknik optimasi untuk
menekan biaya ini

d. Perkembangan Sistem
Beban selalu berubah sepanjang waktu dan juga selalu berkembang seirama
dengan perkembangan kegiatan masyarakat yang tidak dapat dirumuskan
secara eksak, sehingga perlu diamati secara terus menerus agar dapat diketahui
langkah pengembangan sistem yang harus dilakukan agar sistem selalu dapat
mengikuti perkembangan beban sehingga tidak akan terjadi pemadaman tenaga
listrik dalam sistem.

e. Gangguan dalam Sistem
Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah sesuatu yang tidak dapat
sepenuhnya dihindarkan. Penyebab gangguan yang paling besar adalah petir,
hal ini sesuai dengan isoceraunic level yang tinggi di tanah air kita.

f. Tegangan dalam Sistem
Tegangan merupakan salah satu unsur kualitas penyediaan tenaga listrik dalam
sistem, oleh karenanya perlu diperhatikan dalam pengoperasian sistem.

2.5. Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik
Operasi sistem tenaga listrik menyangkut berbagai aspek yang luas,
khususnya biaya yang tidak sedikit dalam penyediaan tenaga listrik bagi
masyarakat luas dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu
operasi sistem tenaga listrik memerlukan manajemen yang baik.

Dari uraian 2.4 diatas, maka untuk dapat mengoperasikan sistem tenaga
listrik dengan baik perlu ada beberapa hal sebagai berikut[5] :
a. Perencanaan Operasi
Yaitu pemikiran mengenai bagaimana sistem tenaga listrik akan dioperasikan
untuk jangka waktu tertentu. Pemikiran ini mencakup perkiraan beban,
koordinasi pemeliharaan peralatan, optimasi, keandalan serta mutu tenaga
listrik.

b. Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi
Yaitu pelaksanaan dari Rencana Operasi serta pengendaliannya apabila terjadi
hal-hal yang menyimpang dari Rencana Operasi.

c. Analisa Operasi
Yaitu analisa atas hasil-hasil operasi untuk memberikan umpan balik bagi
Perencanaan Operasi maupun bagi Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi.
Analisa Operasi juga diperlukan untuk memberikan saran-saran bagi
pengembangan sistem serta penyempurnaan pemeliharaan instalasi.

2.6. Pembangkit Tenaga Listrik
Pembangkit listrik memasok tenaga listrik ke sistem tenaga listrik yang
terdiri dari generator dan penggerak mula, adapun penggerak mula berupa mesin
pemutar poros generator yang merubah suatu bentuk energi menjadi energi
mekanik.

Jenis penggerak mula bermacam-macam, sesuai dengan sumber tenaga
yang menghasilkan gerak tersebut antara lain :
1. Mesin diesel,
2. Turbin gas,
3. Turbin uap,
4. Turbin air,
5. Kincir Angin, dll.

Tenaga listrik diperoleh dari generator arus bolak-balik dengan frekuensi
tertentu. Generator-generator di sistem tenaga listrik di Indonesia menggunakan
frekuensi 50 Hertz (Hz), dengan kapasitas yang beragam dari beberapa ratus
kiloWatt (kW) sampai ratus MegaWatt (MW).

Pembangkit-pembangkit dalam suatu sistem tenaga listrik dibagi dalam 2
kelompok besar, yaitu kelompok pembangkit listrik termal dan kelompok
pembangkit listrik tenaga air atau hidro. Pembangkit listrik termal dapat berupa
Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Pusat
Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), dan
sebagainya.

2.6.1 Kurva Masukan Keluaran
Karakteristik suatu pembangkit ditunjukkan oleh kurva masukan
keluarannya. Kurva masukan keluaran menggambarkan besarnya masukan yang
harus diberikan kepada pembangkit listrik sebagai fungsi dari keluarannya. Kurva
ini didapat melalui test pembebanan terhadap unit dari minimum sampai beban
maksimum.

Pada pembangkit listrik termal, masukannya adalah bahan bakar yang
dinyatakan dalam satuan energi per jam dengan keluaran daya yang dibangkitkan
(MW). Sedangkan untuk pembangkit hidro atau tenaga air, masukannya adalah
jumlah air yang masuk dinyatakan dalam m3/jam dan keluarannya adalah daya
yang dibangkitkan dalam MW.

Kurva masukan keluaran tidak melalui titik nol karena adanya biaya putar
pembangkit pada beban nol. Kurva[6] masukan dan keluaran pembangkit listrik
termal dan hidro dapat dilihat seperti gambar 2.4 dan 2.5 dibawah ini :

Gambar 2.4. Kurva masukan keluaran pembangkit listrik termal


Gambar 2.5. Kurva masukan keluaran pembangkit listrik hidro

2.6.2 Frekuensi Pembangkit Listrik
Frekuensi sistem tenaga listrik (selanjutnya disebut frekuensi) merupakan
salah satu besaran yang digunakan untuk menyatakan mutu tenaga listrik.
Frekuensi berlaku sama di setiap bagian sistem, artinya pada suatu saat yang
bersamaan besarnya relatif sama meskipun diukur pada tempat berbeda di dalam
sistem.

Frekuensi adalah jumlah gelombang sinusoida dari tegangan atau arus
listrik dalam rentang waktu satu detik. Satuan yang digunakan menyatakan ukuran
frekuensi adalah Hertz (Hz). Satu Hertz berarti satu siklus per detik (cycle/second)
Didalam pembangkitan tenaga listrik, frekuensi menunjukkan jumlah
putaran elektrik mesin pembangkit. Satu putaran elektrik dapat diwakilkan oleh
satu gelombang sinusoida. Sistem tenaga yang di kelola PLN menggunakan
frekuensi 50 Hz yang setara dengan 50 putaran elektrik per detik atau 3000
putaran per menit.

Frekuensi juga dapat dipakai sebagai ukuran kesetimbangan sesaat antara
daya nyata (MW) yang di konsumsi oleh konsumen (selanjutnya disebut beban)
dengan daya nyata pasokan dari pembangkit tenaga listrik. Pada keadaan
keduanya setimbang, frekuensi 50 Hz, bila frekuensi kurang dari 50 Hz berarti
pasokan daya nyata dari pembangkit kurang. Sebaliknya jika pasokan daya nyata
dari pembangkit berlebih, menyebabkan frekuensi lebih dari 50 Hz.
Nilai frekuensi sistem tenaga selalu berubah-ubah, karena dari waktu ke
waktu daya nyata yang dikonsumsi oleh konsumen (beban) bersifat acak,
sedangkan alat pengatur kecepatan (speed governer) pada tiap mesin pembangkit
masing-masing bekerja sendiri. Hampir tidak ada kemungkinan pasokan daya
nyata unit pembangkit terus menerus tepat sama dengan beban sistem.

Frekuensi sistem yang memenuhi standar dan telah ditentukan dalam
Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa – Madura – Bali[7] (OC1.1) adalah
sebesar 50 ± 0,2 Hz,

2.6.3 Peran Pembangkit Dalam Operasi Sistem
Berdasarkan peran untuk memenuhi pasokan bagi sistem tenaga listrik,
unit pembangkit biasanya dapat dikategorikan sebagai salah satu dari tiga jenis
pembangkit, yaitu :
1. Pembangkit pemikul beban dasar (base load power plant),
2. Pembangkit pemikul beban menengah (mid range power plant),
3. Pembangkit pemikul beban puncak (peaking unit).

Pembangkit pemikul beban dasar (base load) adalah pembangkit
dengan 5000 jam operasi rata-rata pertahun (capacity factor > 57%). Pembangkit
dalam kategori ini memiliki daya keluaran besar, biaya kapital tinggi dan biaya
operasi rendah. Pembangkit tenaga uap berbahan bakar batubara dan pembangkit
tenaga panas bumi biasanya digunakan sebagai pemikul beban dasar.

Pembangkit pemikul beban menengah (mid range) adalah pembangkit
dengan jam operasi lebih besar dari 2000 jam pertahun dan lebih kecil dari 5000
jam operasi rata-rata pertahun (23% > capacity factor > 57%). Pembangkit
combined cycle, pembangkit berbahan bakar gas dan pembangkit tua yang kurang
efisien digunakan sebagai pemikul beban menengah.

Pembangkit pemikul beban puncak (peakers) dioperasikan untuk
memenuhi beban pada waktu beban maksimum (beban puncak). Periode beban
puncak tidak selalu sama. Pembangkit ini beroperasi kurang dari 2000 jam ratarata
pertahun dan (capacity factor < 23%), sehingga Pembangkit yang dipilih
biasanya yang berbiaya kapital rendah dan biaya operasi tinggi. Pembangkit
tenaga berbahan bakar minyak, air, pump storage dan mesin diesel digunakan
sebagai pemikul beban puncak.

2.6.4 Biaya Pembangkit
Biaya pokok produksi pembangkitan tenaga listrik[4] atau biaya operasi
terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Biaya tetap (fixed cost)
2. Biaya variabel (variable cost)

Biaya tetap adalah biaya yang selalu ada walaupun unit pembangkit tidak
dalam kondisi beroperasi (tidak ada produksi kWh). Biaya ini terdiri dari: biaya
pegawai, biaya administrasi, biaya bunga, biaya modal, dan perubahan nilai tukar
mata uang asing terhadap rupiah yang disebut komponen A, serta biaya tetap
operasi dan pemeliharaan yang disebut komponen B.

Biaya variabel adalah biaya yang muncul ketika unit pembangkit
beroperasi, yaitu biaya bahan bakar dan biaya pemeliharaan. Besarnya biaya
variabel ini tergantung kepada banyaknya produksi kWh. Biaya variabel ini dapat
dinyatakan dalam satuan Rp./kWh. Istilah lain untuk biaya variabel ini adalah
biaya energi atau harga energi. Biaya variabel bahan bakar adalah biaya untuk
pembelian bahan bakar atau disebut komponen C. Sedangkan biaya variabel
pemeliharaan disebut komponen D.

2.6.5 Pengiriman Ekonomis
Sebuah sistem tenaga listrik[6] yang terdiri dari beberapa unit pembangkit
yang terhubung pada rel tunggal untuk melayani beban Pload seperti pada gambar

2.6. Pi merupakan daya keluaran unit ke i dengan biaya (cost rate) Fi, total biaya
sistem adalah jumlah dari biaya masing masing unit. Kendala yang mendasar dari
pengoperasian sistem tenaga listrik adalah bahwa total keluaran dari pembangkit
harus sama dengan kebutuhan beban.

2.7 Penyaluran Tenaga Listrik
Pembangkit listrik kebanyakan dibangun tidak berdekatan dengan pusat
beban karena alasan keterbatasan lahan, dampak terhadap lingkungan ataupun
karena ketersediaan energi primernya. Kondisi tersebut mengharuskan adanya
saluran transmisi untuk menyalurkan energi listrik ke pusat pusat beban. Sistem
tenaga listrik yang besar bisa terdiri dari ratusan atau bahkan ribuan bus.

2.7.1 Saluran Transmisi
Saluran transmisi memegang peranan yang penting dalam pengiriman
daya yang aman dan optimal. Keterbatasan kemampuan pada saluran transmisi[5]
akan dapat mengakibatkan :
1. Ketidak sanggupan mengakses sumber energi terbarukan,
2. Ketidak sanggupan untuk mendapatkan sumber energi yang bervariasi,
3. Harga listrik mahal,
4. Memerlukan cadangan yang besar,
5. Sejumlah pembangkit menjadi unit harus operasi (must run).

2.7.2 Studi Aliran Daya
Studi aliran daya merupakan bagian yang sangat penting dalam
perencanaan sistem tenaga listrik. Beberapa metode[4] telah dikembangkan dalam
studi aliran daya ini yaitu metode Gauss Seidel, metode Newton Raphson dan
metode Fast Decouple.

Tujuan utama dari studi aliran daya adalah :
1. Untuk mengetahui daya aktif dan reaktif tiap pembangkit.
2. Untuk mengetahui besar tegangan dan sudut phase pada setiap bus.
3. Untuk mengetahui daya aktif dan daya reaktif yang mengalir pada setiap
komponen tenaga listrik (penghantar dan transformator).

2.8 Prakiraan Beban
Salah satu faktor[5] yang menentukan dalam membuat rencana operasi
Sistem Tenaga Listrik adalah prakiraan beban yang akan dialami oleh sistem
tenaga listrik dimasa yang akan datang. Tidak ada rumus pasti dalam prakiraan
beban karena besarnya ditentukan oleh para pemakai (konsumen) tenaga listrik
secara bebas. Namun karena pada umumnya kebutuhan tenaga listrik seorang
konsumen sifatnya periodik maka grafik pemakaian tenaga listrik atau lazim
disebut grafik beban dari sistem tanaga listrik juga mempunyai sifat periodik.

Grafik beban secara perlahan-lahan berubah bentuknya baik kuantitaifnya
maupun kualitatif, perubahan ini antara lain disebabkan oleh :
1. Bertambahnya jumlah konsumen tenaga listrik,
2. Bertambahnya konsumsi tenaga listrik dari konsumen lama,
3. Cuaca,
4. Kegiatan ekonomi dalam masyarakat,
5. Kegiatan sosial dalam masyarakat.

Beban dapat diperkirakan berdasarkan pengalaman-pengalaman dan
pengamatan-pengamatan dimasa lalu kemudian diadakan perkiraan untuk masa
yang akan datang. Beberapa metode dapat digunakan untuk memperkirakan
beban.

2.8.1 Metode Least Square
Beban dimasa-masa yang silam dicatat dan kemudian ditarik garis
ekstrapolasi sedemikian sehingga adalah minimum.
Metode ini dapat dipakai untuk memperkirakan beban puncak yang akan terjadi di
Sistem Tenaga Listrik untuk beberapa tahun yang akan datang.

Agar hasil ekstrapolasi untuk masa yang akan datang dapat memberikan
hasil yang lebih teliti, perkembangan beban yang terjadi di masa lampau perlu
dianalisa sebab-sebabnya dan dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam
membuat ekstrapolasi ke tahun-tahun yang akan datang.

2.8.2 Metode Eksponensial
Metode ini dapat dipakai apabila sistem tenaga listrik yang dibahas masih
jauh dari kejenuhan dan ada suatu target kenaikan penjualan yang digariskan.
Hal ini terjadi di tempat-tempat yang baru mengalami elektrifikasi.

Persamaan matematika untuk beban puncak adalah :
Bt = (B0 +P)t (2.26)
dimana : B0 = Beban puncak pada saat sekarang
p = Persentase kenaikan beban per-tahun yang ditargetkan
t = Jumlah tahun yang akan datang

2.8.3 Metode Curve Fit
Metode ini dapat dipakai apabila sudah terlihat adanya kejenuhan pada
sistem tenaga listrik yang dibahas. Kejenuhan bisa terjadi misalnya karena semua
orang telah memakai tenaga listrik dan tidak ada pengembangan industri.

Persamaan matematika untuk beban puncak adalah :
Bt = B0 . Σ-at (2.27)
dimana : B0 = Beban puncak pada saat sekarang
p = Konstanta yang dicari secara coba-coba
t = Jumlah tahun yang akan datang

2.8.4 Metode Koefisien Beban
Metode ini dipakai untuk memperkirakan beban harian dari suatu sistem
tenaga listrik. Beban untuk setiap jam diberi koefisien yang menggambarkan
besarnya beban pada jam tersebut dalam perbandingannya terhadap beban puncak.
Dengan melihat gambar 2.10, misal k2 = 0,6 ini berarti bahwa beban pada jam
02.00 adalah sebesar 0,6 kali beban puncak yang terjadi pada jam 19.00 (K19 = 1).
Metode ini dapat digunakan untuk perkiraan beban selama satu tahun,
namun masih perlu koreksi berdasarkan informasi-informasi kegiatan masyarakat
baik itu kegiatan negara maupun hari-hari penting lainnya.

2.8.5 Metode Pendekatan Linier
Metode ini hanya dipakai untuk memperkirakan beban beberapa puluh
menit kedepan dan biasanya konstanta a juga tergantung ramalan cuaca.
B = a.t + b0

Persamaan matematika untuk metode Pendekatan Linier adalah :
Bt = a . t + b0
dimana : Bt = Beban puncak pada saat waktu t
a = Suatu konstanta yang harus ditentukan
t = Jumlah tahun yang akan datang
b0 = beban pada saat t = t0
konstanta a sesungguhnya tergantung pada waktu t dan besarnya b0.

2.8.6 Metode Markov
Metode ini dipakai untuk memperkirakan beban puncak sistem tenaga
listrik dalam jangka panjang (tahunan) dengan memperhitungkan kegiatankegiatan
ekonomi dalam suatu negara secara makro.

2.8.7 Metode Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan (JST)[9] atau Artificial Neural Network (ANN)
merupakan bagian dari sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI) yang
merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba
untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Istilah tiruan atau
buatan dimaksudkan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan
menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses
perhitungan selama proses pembelajaran. JST dimaksudkan untuk membuat
model sistem komputasi yang dapat menirukan cara kerja jaringan syaraf biologis.

Model JST yang digunakan dalam dalam penelitian untuk peramalan
beban jangka panjang biasanya menggunakan Propagasi Balik (Back Propagation,
BP), dimana JST mampu untuk “belajar” dari contoh yang diberikan. Algoritma
pembelajaran yang digunakan adalah algoritma propagasi balik, yaitu algoritma
yang menggunakan sinyal referensi dari luar (sebagai pengajar) dibandingkan
dengan sinyal keluaran JST, hasilnya berupa sinyal kesalahan (error). dasar
algoritma ini adalah memodifikasi bobot interkoneksi antar komponen pada
jaringan sehingga sinyal kesalahan mendekati nol. Blok diagram JST propagasi
balik.

Alternative Energy Revolution

http://xkcd.com/556/